Senin, 13 Mei 2013

Subsistem Konsumsi Pangan


SUBSISTEM KONSUMSI PANGAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Konsumsi pangan adalah banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Sedangkan Subsistem konsumsi pangan adalah himpunan berbagai unsur atau faktor yang saling berinteraksi dan berpengaruh terhadap konsumsi pangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan sangat beragam baik dari faktor individu, faktor sosial, dll. Konsumsi pangan seseorang sangat mempengaruhi tingkat kebutuhan pangan seseorang juga asupan gizi yang akan diperoleh dari konsumsi pangan. Konsumsi pangan sangat penting karena konsumsi pangan merupakan faktor untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang.
Subsistem Konsumsi pangan adalah hal-hal yang mencakup dan terdapat dalam konsumsi pangan itu sendiri termasuk hal-hal apa sajakah yang mempengaruhi konsumsi pangan seseorang. Diharapkan nantinya apabila sudah mengetahui subsistem apa saja yang mempengaruhi konsumsi pangan seseorang maka  dia bisa merubah perilakunya sehingga yang tadinya belum tercukupinya gizi tentunya akan berusaha untuk memenuhi gizi tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
  • Apa yang dimaksud subsistem konsumsi pangan?
  • Apa faktor-faktor yang mempengaruhi subsistem konsumsi pangan?
1.3 Tujuan
  • Mengetahui definisi dari subsistem konsumsi pangan.
  • Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi subsistem konsumsi pangan.
1.4. Manfaat
Memberikan pengetahuan mengenai subsistem konsumsi pangan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis.
·         Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh.
·         Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera.
·         Tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Suryono, 2007)
Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan.

2.2 Subsistem Konsumsi Pangan
Subsistem konsumsi pangan adalah himpunan berbagai unsur atau faktor yang saling berinteraksi dan berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Tejasari, 2004). Konsumsi pangan sendiri mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhi dan saling berinteraksi satu sama lain. Faktor ini dapat dibagi menurut tingkatannya, yaitu faktor dari individu, faktor dari masyarakat dan faktor dari pemerintah (negara).
    
2.3  Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan:
2.3.1  Faktor Individu
1.    Pengetahuan gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa makin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang maka perilaku gizinya juga akan makin baik (Hardinsyah, 2007). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap perilaku dalam memilih makanan yang akan berdampak pada asupan gizinya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan sangat penting peranannya dalam menentukan asupan makanan. Dengan adanya pengetahuan tentang gizi, setiap individu akan tahu bagaimana menyimpan dan menggunakan pangan. Memperbaiki konsumsi pangan merupakan salah satu bantuan terpenting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu penghidupan. (Syah, 2007).
Pengetahuan gizi didapatkan dari pendidikan formal dan informal. Dari pendidikan informal misalnya sesorang yang hanya lulusan SD namun orang tersebut menjadi kader-kader kesehatan di lingkungannya, sehingga pengetahuan gizinya didapatkan dari pengalaman serta pelatihan-pelatihannya sebagai kader kesehatan di lingkungan masyarakat.
Tingkat pengetahuan gizi yang baik dapat mewujudkan perilaku atau kebisaaan makan yang baik pula. Tingkat pengetahuan gizi yang baik secara konsisten terwujud menjadi perilaku makan yang baik. Dengan demikian konsumsi pangan akan semakin bertambah dan kebutuhan gizi seseorang juga akan terpenuhi.
2.    Aktivitas
Aktivitas tiap individu berbeda satu sama lain. Ada individu yang beraktivitas berat, ada yang sedang dan adapula individu yang beraktivitas ringan. Tentunya konsumsi pangan yang dibutuhkan satu individu dengan individu yang lain berbeda. Untuk melakukan aktivitas yang berat, seseorang membutuhkan energi dalam jumlah yang besar, sehingga kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang dibutuhkan juga tinggi. Dan sebaliknya, seseorang yang memiliki aktivitas ringan, energi yang dibutuhkan juga sedikit sehingga konsumsi pangan yang dibutuhkan juga sedikit. Dalam hal ini aktivitas sangat erat kaitannya dengan konsumsi pangan karena setiap orang selain mempunyai aktivitas yang berbeda, tenaga untuk melakukan aktivitas itu juga berbeda. Apabila kebutuhan akan konsumsi pangan terpenuhi, maka secara tidak langsung hal tersebut akan berdampak pada produktifitas seseorang dan kebutuhan akan gizi seseorang juga akan terpenuhi.
3.    Status kesehatan
Status kesehatan ini berhubungan dengan keadaan fisik seseorang. Seseorang dengan status kesehatan yang rendah (misalnya: sakit) menyebabkan menurunnya nafsu makan sehingga tingkat konsumsi pangan menurun. Dan kecukupan gizi seseorang juga akan menurun. Namun apabila seseorang dalam keadaan sehat atau status kesehatannya baik, maka konsumsi pangan yang dibutuhkannya akan meningkat sehingga kecukupan gizi juga akan maksimal.
Status kesehatan antara orang perorang juga tidak sama jumlahnya dalam hal pemenuhan gizi dan tingkat konsumsi pangan seseorang. Seseorang dapat meningkatkan konsumsi pangan dengan rajin berolahraga dan menjaga kesehatannya. Seseorang yang mampu melakukan kedua tindakan seperti diatas tentunya konsumsi pangannya juga akan stabil sehingga dalam hal pemenuhan gisi dalam tubuhnya juga akan maksimal.
4.    Preferensi
Preferensi  atau kesukaan pangan bisaanya menunjukkan  daya terima  dan daya serap dari pangan tersebut, yang dipengaruhi oleh kebisaaan, kualitas rasa pangan dan zat gizi yang terkandung dalam pangan tersebut (Hardinsyah, 2007). Preferensi pangan ada yang bersifat tetap sepanjang waktu dan ada juga yang dapat berubah dari waktu ke waktu. Selain itu preferensi pangan juga dapat berbeda di antara kelompok umur dan jenis kelamin, seperti pada anak-anak dan orang dewasa.
Kebisaaan per individu berbeda-beda dan hal tersebut yang mampu mempengaruhi konsumsi pangan adalah kebisaaan dalam memakan sesuatu baik itu yang makanan kesukaannya atau makanan yang dia hindari. Kualitas pangan sangat mempengaruhi konsumsi seseorang karena apabila rasa dari pangan tersebut kurang enak maka tingkat konsumsi pangan dari seseorang juga menurun. Namun apabila rasa dan kualitas dari makanan tersebut enak, maka kebutuhan akan konsumsi pangan juga akan semakin meningkat sesuai dengan kualitas makanan tersebut. Ada pula seseorang yang tidak menyukai pangan tertentu sehingga akan mempengaruhi konsumsi pangan dan asupan gizi yang diterima. Sehingga apabila seseorang tidak menyukai makanan tertentu tentunya akan berkurang asupan gizi yang dia terima dan juga dia harus mencukupi kebutuhan gizi yang hilang tersebut dengan mengkonsumsi makanan lain.
5.    Tingkat pendapatan
Pendapatan merupakan determinan yang dikenal luas dalam model perilaku konsumen, dan juga termasuk dalam model penawaran pangan. Apabila tingkat pendapatan seseorang naik, maka daya beli seseorang tersebut terhadap makanan cenderung meningkat. Hal ini terkait dengan jumlah makanan yang akan dikonsumsi. Apabila seseorang mampu mencukup kebuthan pangannya tentunya tingkat konsumsi pangan seseorang juga akan meningkat seiring dengan asupan  gizi yang dia dapatkan pula. Pandangan umum mengenai hubungan antara pendapatan dan konsumsi pangan berasal dari bukti empiris umum bahwa ada perbedaan pola konsumsi pangan pada kelompok masyarakat menengah ke atas dan menengah ke bawah. Umumnya pola konsumsi pangan kelompok menengah ke bawah lebih sederhana dimana mereka lebih mengutamakan mengonsumsi sumber kalori yang murah (bahan pangan pokok) dan mudah dijangkau terlepas dari apakah yang dia konsumsi mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuhnya atai tidak, sedangkan pada kelompok menengah ke atas pola konsumsi pangannnya lebih beragam dengan lebih banyak mengonsumsi pangan sumber protein dan vitamin  sehingga pola konsumsi bertambah dan asupan gizi juga akan maksimal (Hardinsyah, 2007).
6.      Gaya hidup
Gaya hidup merupakan pola hidup yang menentukan bagaimana seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang dan energi dan merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaan. Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan. (Sofa,2008)
Konsep gaya hidup konsumen sedikit berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang hidup, bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka serta apa yang mereka punyai. Sedangkan Kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada perspektif internal, yang memperlihatkan karakteristik pola berpikir, perasaan dan persepsi mereka terhadap sesuatu. (Sofa,2008)
Gaya hidup yang diinginkan oleh seseorang mempengaruhi perilaku pembelian yang ada dalam dirinya, dan selanjutnya akan mempengaruhi atau bahkan mengubah gaya hidup individu tersebut. (Sofa,2008)
Pada intinya,  apabila seseorang bergaya hidup sehat maka seseorang tersebut akan memperhatikan kuantitas dan kualitas makanan yang akan dikonsumsi seseorang tersebut sesuai dengan kebutuhan gizinya. Sedangkan seseorang yang mempunyai gaya hidup yang cuek tentunya juga akan berpengaruh terhadap apa yang akan dibelinya dan juga apa yang dikonsumsi tidak diperhitungkan secara matang-matang.
2.3.2        Keluarga dan Masyarakat

1.      Faktor Sosial :
a.       Besar Keluarga
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber makan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keuarga yang besar tersebut.
Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara anggota keluarga. Dan anak yang paling kecil bisaanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Sebagian memang demikian sebab seandainya besarnya keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan yang relatif lebih banyak daripada anak-anak yang lebih tua. Dengan demikian anak-anak yang muda mungkin tidak diberi cukup makan.
b.      Pendidikan kepala keluarga
Tingkat pendidikan ini cenderung berhubungan dengan konsumsi energi, semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga maka semakin mudah untuk mengadopsi pengetahuan pangan dan gizi melalui media elektronik maupun media cetak. Tingkat pendidikan kepala keluarga berkaitan erat dengan wawasan pengetahuan mengenai sumber-sumber gizi dan jenis-jenis makanan yang dikandungnya yang baik untuk konsumsi keluarga. (Suhaimin, 2006)
c.       Status dan Jenis Pekerjaan Ibu
Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan keluarga adalah waktu ibu yang tersedia untuk penyiapan pangan. Keterlibatan ibu dalam kegiatan ekonomi dibatasi oleh waktu mereka untuk kegiatan domestik atau rumah tangga, termasuk pengelolaan pangan di rumahtangga. Jika ibu bekerja di luar rumah, maka akan ada dua dampak terhadap pola konsumsi rumah tangganya. Dampak yang pertama yaitu adanya peningkatan terhadap pangan yang dikonsumsi rumahtangga. Kualitas pangan yang dikonsumsi akan tetap normal atau bahkan jadi lebih baik. Dampak yang kedua yaitu terjadinya perubahan dalam waktu untuk kegiatan konsumsi dan kegiatan rumah tangga lainnya yang menjadi lebih singkat. Berdasarkan pola pikir tersebut, maka faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap ketersediaan waktu ibu adalah status dan jenis pekerjaan ibu, kehadiran ibu di rumah, ketersediaan berbagai peralatan masak modern dan ketersediaan pangan yang praktis (siap saji atau siap santap). (Hardinsyah,2007)
2.      Faktor Budaya:
a.       Pola konsumsi pangan
Pola konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh adat istiadat setempat, termasuk didalamnya pengetahuan mengenai pangan, sikap terhadap pangan dan kebisaaan makan. Seringnya suatu bahan pangan dikonsumsi oleh masyarakat maka akan besar pula peluang pangan tersebut tergolong dalam pola konsumsi pangan individu atau masyarakat.

b.      Preferensi
Konsumsi bahan pangan dengan kategori sangat menyukai pada  masyarakat lebih berorientasi pada alasan selera, mereka lebih mempertahankan mengkonsumsi bahan pangan berasal dari sumberdaya lokal. Dan makanan sebagai sumberdaya lokal tersedia di masyarakat sebagai realitas sosial, diinternalisasi dari lingkungan ke individu, ke keluarga (di praktekkan oleh orang tua, kakek dan nenek), dan ke masyarakat yang akhirnya melahirkan selera. Sikap terhadap pangan terutama preferensi mempengaruhi komsumsi pangan. Dan berdasarkan model seleksi pangan yang dikembangkan oleh Ellis dkk di dalam Sanjur, (1982) dan King dkk (1983) maka faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi pangan berpusat pada karakteristik individu, lingkungan dan pangan itu sendiri. (Suhaimi,2006)
Tingginya preferensi sekelompok orang terhadap makanan menyebabkan tingginya pula tingkat konsumsi terhadap makanan tersebut. Setiap kelompok sosial memiliki tradisi dan kepercayaan tertentu yang berhubungan dengan pangan, apakah bersifat rasional atau irasional, menguntungkan atau merugikan, yang pada mulanya berkembang karena keter- sediaan pangan di tempat tersebut dan juga berhubungan dengan nilai-nilai budaya dan agama kelompok etnik tersebut (Eschleman, 1991; Wahlqvist, 1988; Ramington, 1948). Me- nurut Ramington (1948), kebisaaan makan pa Preferensi atau kesukaan dan kesukaan terhadap jenis pangan tertentu baik yang rasional maupun irrasional, dapat ditemukan pada beberapa kelompok agama, etnis atau fisiologis tertentu. Pangan yang tidak halal, meskipun bergizi tidak dimakan kelompok agama Islam. Susu sapi tidak dianggap sebagai bagian yang penting dalam susunan menu makanan di China sehingga etnis China kurang suka minum susu. Contoh yang lain adalah wanita hamil yang tidak suka aroma dan rasa bakso padahal ketika tidak hamil sangat menyukai bakso (Hardinsyah, 2007).
c.       Status dalam Keluarga
Prioritas pemberian makanan bervariasi, namun prioritas tertinggi adalah dibagi rata dan prioritas terendah diberikan kepada anak. Kebisaaan mempraktekkan status dalam keluarga sangat menentukan distribusi pangan dalam rumah tangga yang selanjutnya berdampak pada tingkat konsumsi pangan dan status gizi anggota rumah tangga.
d.      Akseptabilitas pangan
Adalah sikap penduduk terhadap makanan (teristimewa makanan yang belum dikenal atau makanan yang sudah dikenal dan dimakan dalam jumlah yang tidak seperti bisaanya atau dalam keadaan yang luar bisaa), terutama yang berkenaan dengan rasa, penyiapan dan kecocokan dengan kebisaaan pangan yang telah ada.
Dengan demikian, walaupun kelaparan dapat ditentukan secara biologis, pada umumnya kebisaaan pangan seseorang tidak didasarkan atas keperluan fisik akan zat-zat gizi yang terkandung dalam pangan. Kebisaaan ini berasal dari pola pangan yang diterima budaya kelompok dan diajarkan kepada seluruh anggota keluarga. Maka dalam proses menyiapkan pangan sesuai petunjuk yang diperbolehkan budaya san disajikan dalam cara dan jumlah yang diterima masyarakat.
e.       Faktor Ekonomi : Tingkat Pendapatan
Peningkatan pendapatan rumah tangga terutama bagi kelompok rumah tangga miskin dapat meningkatkan status gizi, karena peningkatan pendapatan tersebut memungkinkan mereka mampu membeli pangan berkualitas dan berkuantitas yang lebih baik. Keadaan ekonomi merupakan faktor yang penting dalam menentukan jumlah dan macam barang atau pangan yang tersedia dalam rumah tangga. Bagi Negara berkembang pendapatan adalah faktor penentu yang penting terhadap status gizi. (Syah,2007)
Pendapatan rumah tangga akan mempengaruhi sikap keluarga dalam memilih barang-barang konsumsi. Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain. Semakin tinggi pendapatan maka cendrung pengeluaran total dan pengeluaran pangan semakin tinggi. (Syah,2007)
Rendahnya pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu sebab rendahnya konsumsi pangan dan gizi serta buruknya status gizi. Kurang gizi akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit, menurunkan produktivitas kerja dan pendapatan. Akhirnya masalah pendapatan rendah, kurang konsumsi, kurang gizi dan rendahnya mutu hidup membentuk siklus yang berbahaya. (Syah,2007)
2.3.3        Negara 
1.      Kondisi perekonomian negara
Kondisi perekonomian negara yang memburuk dapat menurunkan stabilitas pangan suatu negara, di mana kondisi perekonomian yang buruk dapat juga menimbulkan suatu krisis yang juga dapat mempengaruhi negara tersebut dari segala aspek termasuk aspek pangan itu sendiri, sehingga tingkat konsumsi negara terhadap pangan juga menurun.
2.      Kebijakan pemerintah
Sebagai contoh, kebijakan pemerintah tentang pemenuhan kebutuhan pangan. Kebijakan tersebut menjamin pemenuhan kebutuhan pangan negara sehingga pemerintah tidak membatasi konsumsi pangan negara.
3.      Letak geografis
Letak geografis suatu negara dapat mempengaruhi keterbatasan terhadap konsumsi pangan tertentu. Sebagai contoh, suatu negara yang terletak di daerah sub tropik maka negara tersebut memiliki keterbatasan terhadap konsumsi pangan jenis padi-padian.
4.      Produksi pangan
Apabila tingkat produksi pangan suatu negara baik maka negara tersebut memperoleh kemudahan dalm memenuhi kebutuhan pangannya sehingga dapat meningkatkan konsumsi pangan.
5.      Ketersediaan pangan
Negara yang dapat menyediakan kebutuhan pangan dengan baik maka dapat memudahkan akses untuk memperoleh pangan sehingga konsumsi pangan meningkat. 


BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis.
·         Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh.
·         Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera.
·         Tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Suryono, 2007)
Subsistem Konsumsi Pangan
Subsistem konsumsi pangan adalah himpunan berbagai unsur atau faktor yang saling berinteraksi dan berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Tejasari, 2004). Konsumsi pangan sendiri mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhi dan saling berinteraksi satu sama lain. Faktor ini dapat dibagi menurut tingkatannya, yaitu faktor dari individu, faktor dari masyarakat dan faktor dari pemerintah (negara).
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan:
·         Faktor Individu
o   Pengetahuan gizi
o   Aktivitas
o   Status kesehatan
o   Preferensi
o   Tingkat pendapatan
o   Gaya hidup
·         Faktor Budaya:
o   Pola konsumsi pangan
o   Status dalam Keluarga
o   Akseptabilitas pangan
o   Faktor Ekonomi : Tingkat Pendapatan
·         Negara
o   Kondisi perekonomian negara
o   Kebijakan pemerintah
o   Letak geografis
o   Produksi pangan
o   Ketersediaan pangan

4.2 Saran
Dengan mengetahui subsistem konsumsi pangan, maka dapat diketahui bagaimana konsumsi pangan di suatu masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan juga hendaknya dapat digunakan sebagai pengukur bagaimana keadaan konsumsi pangan di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar