SUBSISTEM KONSUMSI PANGAN
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsumsi pangan adalah banyaknya
atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang
atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis
dan sosiologis. Sedangkan Subsistem konsumsi pangan adalah himpunan berbagai
unsur atau faktor yang saling berinteraksi dan berpengaruh terhadap konsumsi
pangan.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi konsumsi pangan sangat beragam baik dari faktor individu, faktor
sosial, dll. Konsumsi pangan seseorang sangat mempengaruhi tingkat kebutuhan
pangan seseorang juga asupan gizi yang akan diperoleh dari konsumsi pangan.
Konsumsi pangan sangat penting karena konsumsi pangan merupakan faktor untuk
memenuhi kebutuhan gizi seseorang.
Subsistem
Konsumsi pangan adalah hal-hal yang mencakup dan terdapat dalam konsumsi pangan
itu sendiri termasuk hal-hal apa sajakah yang mempengaruhi konsumsi pangan
seseorang. Diharapkan nantinya apabila sudah mengetahui subsistem apa saja yang
mempengaruhi konsumsi pangan seseorang maka dia bisa merubah perilakunya sehingga yang
tadinya belum tercukupinya gizi tentunya akan berusaha untuk memenuhi gizi
tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud subsistem konsumsi pangan?
- Apa faktor-faktor yang mempengaruhi subsistem konsumsi pangan?
1.3 Tujuan
- Mengetahui definisi dari subsistem konsumsi pangan.
- Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi subsistem konsumsi pangan.
1.4. Manfaat
Memberikan pengetahuan mengenai subsistem konsumsi pangan dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan
merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang
dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis.
·
Tujuan
fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk
memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh.
·
Tujuan
psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera.
·
Tujuan
sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan
masyarakat (Suryono, 2007)
Konsumsi pangan
merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak
menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki
jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan.
2.2 Subsistem Konsumsi Pangan
Subsistem
konsumsi pangan adalah himpunan berbagai unsur atau faktor yang saling
berinteraksi dan berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Tejasari, 2004).
Konsumsi pangan sendiri mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhi dan saling
berinteraksi satu sama lain. Faktor ini dapat dibagi menurut tingkatannya,
yaitu faktor dari individu, faktor dari masyarakat dan faktor dari pemerintah
(negara).
2.3 Faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumsi pangan:
2.3.1
Faktor Individu
1. Pengetahuan gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa makin
tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang maka perilaku gizinya juga akan makin
baik (Hardinsyah, 2007).
Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh
terhadap perilaku dalam memilih makanan yang akan berdampak pada asupan
gizinya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan sangat penting peranannya dalam
menentukan asupan makanan. Dengan adanya pengetahuan tentang gizi, setiap
individu akan tahu bagaimana menyimpan dan menggunakan pangan. Memperbaiki
konsumsi pangan merupakan salah satu bantuan terpenting yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan mutu penghidupan. (Syah, 2007).
Pengetahuan gizi didapatkan dari pendidikan formal
dan informal. Dari pendidikan informal misalnya sesorang yang hanya lulusan SD
namun orang tersebut menjadi kader-kader kesehatan di lingkungannya, sehingga
pengetahuan gizinya didapatkan dari pengalaman serta pelatihan-pelatihannya
sebagai kader kesehatan di lingkungan masyarakat.
Tingkat
pengetahuan gizi yang baik dapat mewujudkan perilaku atau kebisaaan makan
yang baik pula. Tingkat
pengetahuan gizi yang baik secara konsisten terwujud menjadi perilaku makan
yang baik. Dengan demikian
konsumsi pangan akan semakin bertambah dan kebutuhan gizi seseorang juga akan
terpenuhi.
2. Aktivitas
Aktivitas tiap individu berbeda satu sama lain. Ada
individu yang beraktivitas berat, ada yang sedang dan adapula individu yang
beraktivitas ringan. Tentunya konsumsi pangan yang dibutuhkan satu individu
dengan individu yang lain berbeda. Untuk melakukan aktivitas yang berat, seseorang membutuhkan energi
dalam jumlah yang besar, sehingga kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang
dibutuhkan juga tinggi. Dan
sebaliknya, seseorang yang memiliki aktivitas ringan, energi yang dibutuhkan
juga sedikit sehingga konsumsi pangan yang dibutuhkan juga sedikit. Dalam hal
ini aktivitas sangat erat kaitannya dengan konsumsi pangan karena setiap orang
selain mempunyai aktivitas yang berbeda, tenaga untuk melakukan aktivitas itu
juga berbeda. Apabila kebutuhan akan konsumsi pangan terpenuhi, maka secara
tidak langsung hal tersebut akan berdampak pada produktifitas seseorang dan
kebutuhan akan gizi seseorang juga akan terpenuhi.
3. Status kesehatan
Status kesehatan ini berhubungan dengan keadaan fisik
seseorang. Seseorang dengan status kesehatan yang rendah
(misalnya: sakit) menyebabkan menurunnya nafsu makan sehingga tingkat konsumsi
pangan menurun. Dan kecukupan gizi seseorang juga akan menurun. Namun apabila
seseorang dalam keadaan sehat atau status kesehatannya baik, maka konsumsi
pangan yang dibutuhkannya akan meningkat sehingga kecukupan gizi juga akan
maksimal.
Status kesehatan antara orang perorang juga tidak sama
jumlahnya dalam hal pemenuhan gizi dan tingkat konsumsi pangan seseorang.
Seseorang dapat meningkatkan konsumsi pangan dengan rajin berolahraga dan
menjaga kesehatannya. Seseorang yang mampu melakukan kedua tindakan seperti
diatas tentunya konsumsi pangannya juga akan stabil sehingga dalam hal
pemenuhan gisi dalam tubuhnya juga akan maksimal.
4. Preferensi
Preferensi atau kesukaan pangan bisaanya menunjukkan daya terima dan daya serap dari pangan tersebut, yang dipengaruhi
oleh kebisaaan, kualitas rasa pangan dan zat gizi yang terkandung dalam pangan
tersebut (Hardinsyah, 2007). Preferensi pangan ada yang bersifat tetap
sepanjang waktu dan ada juga yang dapat berubah dari waktu ke waktu. Selain itu
preferensi pangan juga dapat berbeda di antara kelompok umur dan jenis kelamin,
seperti pada anak-anak dan orang dewasa.
Kebisaaan
per individu berbeda-beda dan hal tersebut yang mampu mempengaruhi konsumsi
pangan adalah kebisaaan dalam memakan sesuatu baik itu yang makanan kesukaannya
atau makanan yang dia hindari. Kualitas pangan sangat mempengaruhi konsumsi
seseorang karena apabila rasa dari pangan tersebut kurang enak maka tingkat
konsumsi pangan dari seseorang juga menurun. Namun apabila rasa dan kualitas
dari makanan tersebut enak, maka kebutuhan akan konsumsi pangan juga akan
semakin meningkat sesuai dengan kualitas makanan tersebut. Ada pula seseorang
yang tidak menyukai pangan tertentu sehingga akan mempengaruhi konsumsi pangan
dan asupan gizi yang diterima. Sehingga apabila seseorang tidak menyukai
makanan tertentu tentunya akan berkurang asupan gizi yang dia terima dan juga
dia harus mencukupi kebutuhan gizi yang hilang tersebut dengan mengkonsumsi
makanan lain.
5. Tingkat pendapatan
Pendapatan
merupakan determinan yang dikenal luas dalam model perilaku konsumen, dan juga
termasuk dalam model penawaran pangan. Apabila tingkat pendapatan seseorang
naik, maka daya beli seseorang tersebut terhadap makanan cenderung meningkat.
Hal ini terkait dengan jumlah makanan yang akan dikonsumsi. Apabila seseorang mampu mencukup kebuthan pangannya
tentunya tingkat konsumsi pangan seseorang juga akan meningkat seiring dengan
asupan gizi yang dia dapatkan pula. Pandangan
umum mengenai hubungan antara pendapatan dan konsumsi pangan berasal dari bukti
empiris umum bahwa ada perbedaan pola konsumsi pangan pada kelompok masyarakat
menengah ke atas dan menengah ke bawah. Umumnya pola konsumsi pangan kelompok
menengah ke bawah lebih sederhana dimana mereka lebih mengutamakan mengonsumsi
sumber kalori yang murah (bahan pangan pokok) dan mudah dijangkau terlepas dari apakah yang dia
konsumsi mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuhnya atai tidak,
sedangkan pada kelompok menengah ke atas pola konsumsi pangannnya lebih beragam
dengan lebih banyak mengonsumsi pangan sumber protein dan vitamin sehingga pola konsumsi bertambah dan asupan
gizi juga akan maksimal (Hardinsyah, 2007).
6. Gaya hidup
Gaya hidup merupakan pola hidup
yang menentukan bagaimana seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang dan
energi dan merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaan. Gaya hidup adalah
bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan
oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan
seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus
kehidupan. (Sofa,2008)
Konsep gaya hidup konsumen
sedikit berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang
hidup, bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka
serta apa yang mereka punyai. Sedangkan Kepribadian menggambarkan konsumen
lebih kepada perspektif internal, yang memperlihatkan karakteristik pola
berpikir, perasaan dan persepsi mereka terhadap sesuatu.
(Sofa,2008)
Gaya hidup yang diinginkan oleh
seseorang mempengaruhi perilaku pembelian yang ada dalam dirinya, dan
selanjutnya akan mempengaruhi atau bahkan mengubah gaya hidup individu
tersebut. (Sofa,2008)
Pada intinya, apabila seseorang bergaya hidup sehat maka
seseorang tersebut akan memperhatikan kuantitas dan kualitas makanan yang akan
dikonsumsi seseorang tersebut sesuai dengan kebutuhan gizinya. Sedangkan seseorang yang mempunyai gaya hidup yang
cuek tentunya juga akan berpengaruh terhadap apa yang akan dibelinya dan juga
apa yang dikonsumsi tidak diperhitungkan secara matang-matang.
2.3.2
Keluarga
dan Masyarakat
1.
Faktor
Sosial :
a.
Besar Keluarga
Hubungan antara laju
kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing
keluarga. Sumber makan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin akan lebih
mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makan jumlahnya
sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup
untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak
cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keuarga yang besar tersebut.
Anak-anak yang tumbuh
dalam keluarga yang miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara
anggota keluarga. Dan anak yang paling kecil bisaanya paling terpengaruh oleh
kekurangan pangan. Sebagian memang demikian sebab seandainya besarnya keluarga
bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua tidak
menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan yang relatif lebih
banyak daripada anak-anak yang lebih tua. Dengan demikian anak-anak yang muda
mungkin tidak diberi cukup makan.
b.
Pendidikan kepala keluarga
Tingkat pendidikan ini
cenderung berhubungan dengan konsumsi energi, semakin tinggi tingkat pendidikan
kepala keluarga maka semakin mudah untuk mengadopsi pengetahuan pangan dan gizi
melalui media elektronik maupun media cetak. Tingkat pendidikan kepala keluarga
berkaitan erat dengan wawasan pengetahuan mengenai sumber-sumber gizi dan
jenis-jenis makanan yang dikandungnya yang baik untuk konsumsi keluarga. (Suhaimin, 2006)
c.
Status dan
Jenis Pekerjaan Ibu
Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan
keluarga adalah waktu ibu yang tersedia untuk penyiapan pangan. Keterlibatan
ibu dalam kegiatan ekonomi dibatasi oleh waktu mereka untuk kegiatan domestik
atau rumah tangga, termasuk pengelolaan pangan di rumahtangga. Jika ibu bekerja
di luar rumah, maka akan ada dua dampak terhadap pola konsumsi rumah tangganya.
Dampak yang pertama yaitu adanya peningkatan terhadap pangan yang dikonsumsi
rumahtangga. Kualitas pangan yang dikonsumsi akan tetap normal atau bahkan jadi
lebih baik. Dampak yang kedua yaitu terjadinya perubahan dalam waktu untuk
kegiatan konsumsi dan kegiatan rumah tangga lainnya yang menjadi lebih singkat.
Berdasarkan pola pikir tersebut, maka faktor-faktor yang diduga berpengaruh
terhadap ketersediaan waktu ibu adalah status dan jenis pekerjaan ibu,
kehadiran ibu di rumah, ketersediaan berbagai peralatan masak modern dan
ketersediaan pangan yang praktis (siap saji atau siap santap). (Hardinsyah,2007)
2.
Faktor
Budaya:
a.
Pola konsumsi pangan
Pola konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh adat istiadat setempat,
termasuk didalamnya pengetahuan mengenai pangan, sikap terhadap pangan dan kebisaaan
makan. Seringnya suatu bahan pangan dikonsumsi oleh masyarakat maka akan besar
pula peluang pangan tersebut tergolong dalam pola konsumsi pangan individu atau
masyarakat.
b.
Preferensi
Konsumsi bahan pangan dengan kategori sangat
menyukai pada masyarakat lebih
berorientasi pada alasan selera, mereka lebih mempertahankan mengkonsumsi bahan
pangan berasal dari sumberdaya lokal. Dan makanan sebagai sumberdaya lokal
tersedia di masyarakat sebagai realitas sosial, diinternalisasi dari lingkungan
ke individu, ke keluarga (di praktekkan oleh orang tua, kakek dan nenek), dan
ke masyarakat yang akhirnya melahirkan selera. Sikap terhadap pangan terutama
preferensi mempengaruhi komsumsi pangan. Dan berdasarkan model seleksi pangan
yang dikembangkan oleh Ellis dkk di dalam Sanjur, (1982) dan King
dkk (1983) maka faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi pangan
berpusat pada karakteristik individu, lingkungan dan pangan itu sendiri. (Suhaimi,2006)
Tingginya preferensi sekelompok orang terhadap
makanan menyebabkan tingginya pula tingkat konsumsi terhadap makanan tersebut.
Setiap kelompok sosial memiliki tradisi dan kepercayaan tertentu yang
berhubungan dengan pangan, apakah bersifat rasional atau irasional,
menguntungkan atau merugikan, yang pada mulanya berkembang karena keter-
sediaan pangan di tempat tersebut dan juga berhubungan dengan nilai-nilai
budaya dan agama kelompok etnik tersebut (Eschleman, 1991; Wahlqvist, 1988;
Ramington, 1948). Me- nurut Ramington (1948), kebisaaan makan pa Preferensi atau kesukaan dan kesukaan terhadap jenis pangan
tertentu baik yang rasional maupun irrasional, dapat ditemukan pada beberapa
kelompok agama, etnis atau fisiologis tertentu. Pangan yang tidak halal,
meskipun bergizi tidak dimakan kelompok agama Islam. Susu sapi tidak dianggap sebagai
bagian yang penting dalam susunan menu makanan di China sehingga etnis China
kurang suka minum susu. Contoh yang lain adalah wanita hamil yang tidak suka
aroma dan rasa bakso padahal ketika tidak hamil sangat menyukai bakso (Hardinsyah, 2007).
c.
Status dalam Keluarga
Prioritas pemberian makanan bervariasi, namun
prioritas tertinggi adalah dibagi rata dan prioritas terendah diberikan kepada
anak. Kebisaaan mempraktekkan status dalam keluarga sangat menentukan
distribusi pangan dalam rumah tangga yang selanjutnya berdampak pada tingkat
konsumsi pangan dan status gizi anggota rumah tangga.
d.
Akseptabilitas pangan
Adalah sikap penduduk
terhadap makanan (teristimewa makanan yang belum dikenal atau makanan yang
sudah dikenal dan dimakan dalam jumlah yang tidak seperti bisaanya atau dalam
keadaan yang luar bisaa), terutama yang berkenaan dengan rasa, penyiapan dan
kecocokan dengan kebisaaan pangan yang telah ada.
Dengan demikian,
walaupun kelaparan dapat ditentukan secara biologis, pada umumnya kebisaaan
pangan seseorang tidak didasarkan atas keperluan fisik akan zat-zat gizi yang
terkandung dalam pangan. Kebisaaan ini berasal dari pola pangan yang diterima
budaya kelompok dan diajarkan kepada seluruh anggota keluarga. Maka dalam
proses menyiapkan pangan sesuai petunjuk yang diperbolehkan budaya san
disajikan dalam cara dan jumlah yang diterima masyarakat.
e.
Faktor Ekonomi : Tingkat Pendapatan
Peningkatan pendapatan rumah tangga terutama bagi kelompok rumah tangga
miskin dapat meningkatkan status gizi, karena peningkatan pendapatan tersebut
memungkinkan mereka mampu membeli pangan berkualitas dan berkuantitas yang
lebih baik. Keadaan ekonomi merupakan faktor yang penting dalam menentukan
jumlah dan macam barang atau pangan yang tersedia dalam rumah tangga. Bagi
Negara berkembang pendapatan adalah faktor penentu yang penting terhadap status
gizi. (Syah,2007)
Pendapatan rumah tangga akan mempengaruhi sikap keluarga dalam memilih
barang-barang konsumsi. Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan
fasilitas lain. Semakin tinggi pendapatan maka cendrung pengeluaran total dan
pengeluaran pangan semakin tinggi. (Syah,2007)
Rendahnya
pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu sebab rendahnya konsumsi
pangan dan gizi serta buruknya status gizi. Kurang gizi akan mengurangi daya
tahan tubuh terhadap penyakit, menurunkan produktivitas kerja dan pendapatan.
Akhirnya masalah pendapatan rendah, kurang konsumsi, kurang gizi dan rendahnya
mutu hidup membentuk siklus yang berbahaya. (Syah,2007)
2.3.3
Negara
1.
Kondisi perekonomian negara
Kondisi perekonomian negara yang memburuk dapat
menurunkan stabilitas pangan suatu negara, di mana kondisi perekonomian yang
buruk dapat juga menimbulkan suatu krisis yang juga dapat mempengaruhi negara
tersebut dari segala aspek termasuk aspek pangan itu sendiri, sehingga tingkat
konsumsi negara terhadap pangan juga menurun.
2.
Kebijakan pemerintah
Sebagai contoh, kebijakan pemerintah tentang pemenuhan
kebutuhan pangan. Kebijakan tersebut menjamin pemenuhan kebutuhan pangan negara
sehingga pemerintah tidak membatasi konsumsi pangan negara.
3.
Letak geografis
Letak geografis suatu negara dapat mempengaruhi
keterbatasan terhadap konsumsi pangan tertentu. Sebagai contoh, suatu negara
yang terletak di daerah sub tropik maka negara tersebut memiliki keterbatasan
terhadap konsumsi pangan jenis padi-padian.
4.
Produksi pangan
Apabila tingkat produksi pangan suatu negara baik maka
negara tersebut memperoleh kemudahan dalm memenuhi kebutuhan pangannya sehingga
dapat meningkatkan konsumsi pangan.
5.
Ketersediaan pangan
Negara yang dapat menyediakan kebutuhan pangan dengan
baik maka dapat memudahkan akses untuk memperoleh pangan sehingga konsumsi
pangan meningkat.
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Konsumsi pangan
merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang
dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis.
·
Tujuan
fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk
memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh.
·
Tujuan
psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera.
·
Tujuan
sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan
masyarakat (Suryono, 2007)
Subsistem
Konsumsi Pangan
Subsistem
konsumsi pangan adalah himpunan berbagai unsur atau faktor yang saling
berinteraksi dan berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Tejasari, 2004).
Konsumsi pangan sendiri mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhi dan saling
berinteraksi satu sama lain. Faktor ini dapat dibagi menurut tingkatannya,
yaitu faktor dari individu, faktor dari masyarakat dan faktor dari pemerintah (negara).
Faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumsi pangan:
·
Faktor Individu
o
Pengetahuan
gizi
o
Aktivitas
o
Status
kesehatan
o
Preferensi
o
Tingkat
pendapatan
o
Gaya
hidup
·
Faktor
Budaya:
o
Pola konsumsi pangan
o
Status dalam Keluarga
o
Akseptabilitas pangan
o
Faktor Ekonomi : Tingkat Pendapatan
·
Negara
o
Kondisi perekonomian negara
o
Kebijakan pemerintah
o
Letak geografis
o
Produksi pangan
o
Ketersediaan pangan
4.2 Saran
Dengan mengetahui
subsistem konsumsi pangan, maka dapat diketahui bagaimana konsumsi pangan di
suatu masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan juga
hendaknya dapat digunakan sebagai pengukur bagaimana keadaan konsumsi pangan di
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar